Gabung Grup WHATSAPP Bahasa Jepang Gabung

Channel Youtube Zeropasento Klik Disini

Daerah Istimewa Yogyakarta : Kota Gudeg Atau Kota Soto?

Kota Yogyakarta adalah kota Gudeg atau Kota Soto? Apa itu Gudeg?
「Assalamualaikum」- Halo jo, apa yang ada pikiranku ketika mendengar kata Jogja?  
Kota Sultan? Istimewa? Kota Pelajar? Atau kenangan dengan mantan? Ups, lupakan itu, saya tidak ingin kamu bawa mantan dalam artikel ini. Nanti malah galau dan tidak lanjut membaca sampai akhir.

Back to topic,..

Masihkah Jogja Kota Gudeg?

Jokkajo photos

Nahh jadi Jogja itu juga dikenal dengan kota Gudeg, dalam artikel sebelumnya tentang fakta unik Jogja saya sudah menyebutkan bahwa Gudeg bukanlah nama makanan melainkan cara memasaknya. Tapi itu tidak jadi masalah karena orang-orang tau nya seperti itu.

Tak banyak sumber yang menyebutkan tentang berapa jumlah sebenarnya Penjual Gudeg di Jogja, tapi pastinya ketika kamu datang ke kota ini pasti akan sering menjumpai papan iklan rumah makan yang bertuliskan Gudeg dan diikuti dengan nama pemilik tempat tersebut. Tapi biasanya nama yang digunakan adalah nama perempuan seperti Gudeg Yu Djum, Gudeg Yu Nani dan lainnya.

Sedikit belajar tentang sejarah Gudeg dulu ya jo..

Ulasan Sejarah Gudeg

Serat Centhini, sebuah ensiklopedi Jawa, yang ditulis pada 1742 Tahun Jawa atau 1814 Masehi, telah mencatat keberadaan kuliner tradisional yang bernama gudeg.

Dari sumber Indonesia.go.id, sebuah situs milik pemerintah sebagai portal informasi Indonesia saya diijinkan untuk membagikan penjelasan tentang sejarah singkat Gudeg.

Dikutip dari Buku Riwayat, Kajian Manfaat dan Perkembangan untuk Pariwisata, karya Murdijati Gardjito dan Eva Lindha Dewi Permatasari.

Gudeg tercipta bersamaan dengan momen babad alas Mentaok (pembukaan hutan). Diprakarsai Panembahan Senapati, pembukaan hutan ini dimaksudkan sebagai tempat pendirian Kerajaan Mataram-Islam. Dikisahkan, saat pembukaan hutan, yang kini lokasinya merupakan salah satu kota tertua di Yogya, Kotagede, ditemui banyak pohon nangka dan kelapa. Jumlahnya demikian melimpah.

Bermaksud memanfaatkan stok buah nangka muda dan buah kelapa nan melimpah untuk memenuhi kebutuhan makan para tenaga kerja yang membuka lahan, maka dimasaklah bahan-bahan itu dalam porsi sangat besar. Saking besarnya porsi masakan itu maka sendok yang digunakan pun sebesar dayung perahu. Supaya adukan itu rata, sendok besar itu diputar berulang-ulang.

Peristiwa mengaduk berulang-ulang itulah kemudian dikenang oleh masyarakat sebagai, momen hangudeg. Dan dari momen itulah nama gudeg kemudian muncul mengemuka. ‘Hangudeg’, ‘udeg’, yang berarti mengaduk, dan akhirnya lambat laun menjadi atribut menu tradisional yang kini populer menyandang nama gudeg.

Dari sumber yang sama juga disebutkan, bahwa gudeg sudah masuk dalam Serat Centhini. Ensiklopedi Jawa itu ditulis pada 1742 Tahun Jawa atau 1814 Masehi. Diceritakan, saat Raden Mas Cebolang bertandang ke padepokan Pangeran Tembayat, pada siang harinya disuguhi oleh tuan rumah menu gudeg. Dari catatan Serat Centhini pun dapat diketahui, gudeg saat itu bukan hanya dibuat dari bahan nangka muda, namun juga manggar.

Lokasi Penjual Gudeg Pertama Dan Terkenal Di Jogja

Masih dilansir dari situs Indonesia.go.id menyebutkan ada beberapa tempat yang menjadi sentra penjualan Gudeg dari sejak zaman dulu hingga kini. Yuk simak lokasinya berikut ini

Pertama, di derah Wijilan. Ini sebenarnya adalah nama sebuah kampung sekaligus nama jalan. Terletak di sebelah selatan Plengkung Tarunasura atau lebih populer disebut orang dengan nama Plengkung Wijilan. Ada beberapa nama besar dan melegenda dalam dunia gudeg di sana.

Antara lokasi sentra industri gudeg itu ke keraton jaraknya terpaut tak sampai satu kilometer. Berada di sebelah sisi timur keraton. Sebenarnya menjadi mudah diduga, tumbuh kembangnya industri gudeg di Kampung Wijilan sangat berkorelasi dengan posisi keraton sebagai salah satu lokasi tujuan pariwisata di Yogyakarta.

Kedua adalah di Barek. Berada di kawasan sekitar lokasi kampus Universitas Gajah Mada, tepatnya berada di sebelah utara dari Gedung Pusat atau Balairung. Konon, sejak dibukanya UGM sebagai salah satu universitas tertua di awal 1950-an inilah mulailah muncul pedagang gudeg di sekitar kawasan ini.
Awalnya hanya ada satu atau dua pelaku usaha gudeg. Kesuksesannya mengundang pelaku usaha lainnya bermunculan. Dari kawasan sentra ini juga muncul istilah penyebutan umum, Gudeg Barek. Di sini tentu juga muncul beberapa nama besar.
Ketiga, yaitu di kawasan Kranggan. Sebenarnya tidak terlalu tepat, memasukkan kawasan ini pada kategori sentra gudeg. Pasalnya secara kuantitas jumlah pedagangnya tak sebanyak di dua sentra sebelumnya. Namun demikian di daerah Kranggan juga ada nama besar yang nisbi telah menjadi klasik dalam dunia gudeg. Selain itu, ada pendatang baru yang memperkenalkan varian gudeg lain, yaitu dibuat super pedas dan cukup mendapat apresiasi banyak orang.

Kembali ke Judul diatas yang mempertanyakan apakah Jogja masih Kota Gudeg atau sudah berubah menjadi Kota Soto?.

Sepertinya Gudeg mulai tersisihkan dengan Soto, terbukti warung soto di Jogja sudah menjamur dimana-mana. Berbagai jenis soto di jajakan di kota ini

Mulai dari soto Babat, soto Khas Lamongan, Soto Betawi, Coto Makassar yang diserupakan dengan Soto, kemudian ditambah lagi dengan warung soto yang di identikkan dengan nama pemiliknya. Seperti Soto Girli Mama Christine yang ada di Jl. Bantul KM. 5 atau soto Bang Udin yang saya pun tidak tahu dimana lokasinya.

Lantas apakah soto bisa menggantikan Gudeg sebagai makanan terkenal dari Jogja? Sepertinya akan segera menemui masa transisi deh jo, karena memang cita rasa soto hampir tidak memilih lidah orang dari daerah lain, berbeda dengan Gudeg yang sering kali ditemui dengan cita rasa sedikit manis tidak begitu cocok bagi mereka yang suka makanan pedas.

Entah siapa yang memulai invasi soto di kota sultan ini, sehingga mulai menggusur beberapa pedagang Gudeg karena pembeli mulai beralih makan soto. Kecuali mereka yang masih konsisten dengan cita rasa gudeg, saya pribadi selaku penulis jika dihadapkan pada pilihan soto atau Gudeg tentu saya akan memilih soto yang memang sesuai dengan lidah masyarakat Indonesia pada umumnya.
  
Kamu termasuk tim yang mana? Gudeg atau Soto? Silahkan isi kolom komentar dibawah ini untuk membangun diskusi ringan.
Jogja Bertransformasi menjadi kota soto
°°°°°
Terima kasih sudah membaca
Ikuti Instagram saya di @JokkaJo_ dan juga Twitter publikasi saya @Hey_Apa
Tetap sehat dan jangan gila
Baca ini :
[Saya penulis pemula dari Sulawesi-Indonesia yang bermimpi dapat menebar manfaat lewat tulisan]- [Tetap sehat dan jangan gila]•• [Berbagilah untuk hidup, hiduplah untuk berbagi]••