Ada yang baru nih... !Klik Disini

Gabung Grup WHATSAPP Bahasa JepangGabung

Het Recht Hink Achter De Feiten Aan

Het recht hink achter de feiten aan (hukum itu tertinggal dari peristiwanya), Kontradiktif dengan asas legalitas, hukum indonesia, KUHP

「Assalamualaikum」- Halo Jo, Artikel tentang hukum Indonesia kembali menghiasi laman jokkajo.com, tulisan kali ini berlatar belakang problematika hukum kontemporer yang sering berbenturan dengan timpang tindih kewenangan dan merasa berwenang di atas segala lembaga lain. Judul diatas diambil karena itulah wajah hukum saat ini.

Dimasa kontemporer ini, manusia lebih menyukai segala hal yang berbau instant atau siap saji, mulai dari makanan, pakaian, rumah hingga hal instant yang masuk dalam ranah  Hukum. Cukup miris memang jika mendengar Hukum yang instant dan lebih lebih lagi dapat ditawar dengan uang dalam jumlah tertentu.

Kita tidak perlu jauh-jauh dalam mengambil contoh untuk pemahaman kita mengenai Hukum yang instant, kita lihat saja kasus Gayus Tambunan di masa lampau seorang koruptor pajak yang telah mempermainkan Hukum negeri ini, dengan segala kekayaan yang ia miliki ia mampu memperdaya para aparat negara. 

Hal ini memberikan kesan negatif terhadap Hukum yang diberlakukan di negeri ibu pertiwi yang katanya negara Hukum dan telah dicantumkan dalam konstitusi negeri ini yaitu pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia Adalah Negara Hukum” hal ini menggambarkan kepada kita bahwa setiap sikap tindak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat akan diatur dan terikat oleh aturan. Namun hal ini rasanya sangat sulit untuk direalisasikan dalam perikehidupan masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan rakyat jelata atau rakyat bawahan yang berbuat sewenang wenang terhadap Hukum dinegeri ini, akan tetapi elit elit politiklah atau manusia berdasi merahlah yang sering kali mempermainkan dan seolah olah Hukum diombang ambingkan di lautan tipu muslihat mereka. 

Sehingganya timbul persepsi dalam masyarakat bahwa sanya Hukum Indonesia adalah Hukum mainan karena sikap dan perilaku yang tidak bertanggung jawab para oknum-oknum yang sering kali dianggap orang cerdas dan saking cerdasnya mereka mampu membodoh-bodohi para rakyat yang tidak memiliki pengetahuan tentang Hukum. Persepsi masyarakat yang muncul antara lain KUHP yang seharusnya adalah singkatan dari Kitab Undang undang Hukum Pidana malah diganti dengan Kasi Uang Hilang Perkara, ini merupakan suatu bentuk kekecewaan masyarakat akan Hukum di negeri ini, sebenarnya Hukum sudah begitu baik adanya dan telah mampu mengontrol kehidupan masyarakat. Akan tetapi, para oknum yang menjalankan Hukum tersebut yang sering kali gelap mata dan lebih memilih uang ketimbang menjalankan tugas yang telah diembankan kepadanya dengan semestinya, sehingganya Hukum lah yang menjadi titik perhatian yang dituju untuk disalahkan dalam hal menyelesaikan suatu kasus.

Undang-Undang Hukum Pidana yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana masih menuai banyak kontroversi antara lain, ada yang mengatakan bahwa KUHP harus dihapuskan dan digantikan dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang dibuat oleh pemerintah  Indonesia sendiri dan bukan merupakan turunan dari wetboek van strafrecht yang notabene adalah Kitab Undang undang Hukum pidana Belanda. Kemudian ada juga paham yang menyatakan bahwa KUHP yang sedang berlaku sekarang ini terkesan dengan yang namanya kolonial dan hal ini tidak bisa diterapkan di negeri ini, serta “Het Recht Hinkt Achter de feiten aan”  yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yakni Hukum ada setelah ada peristiwanya dalam kata lain Hukum dinegeri ini tertinggal dari peristiwanya yang bermakna bahwa Hukum (undang undang) akan dibuat setelah terjadi kejadiannya , andaikan Hukum lebih dulu ada kemudian terjadi peristiwanya maka tatanan Hukum sudah ada pada taraf yang sangat baik.

Asas Legalitas yang menyatakan bahwa suatu perbuatan akan dikenai hukum apabila telah aturan yang mengatur hal tersebut terlebih dahulu, inilah yang menjadi kelemahan ketika hendak menegakkan hukum lebih dulu dari peristiwanya karena perbuatan yang akan dikenai hukum terkadang belum terbayang oleh perumus aturan di negeri ini.

Sebuah contoh kasus terkait pembunuhan, pembunuhan telah diatur dalam KUHP, pembunuhan disertai rencana atau pembunuhan berencana pun telah diatur. Tapi, pembunuhan kemudian diikuti dengan tindakan mutilasi belum diatur secara eksplisit dalam penyelesaian hukum. Padahal perbuatan keji seperti itu sangatlah membuat geram di tengah-tengah masyarakat.

Baca ini :
[Saya penulis pemula dari Sulawesi-Indonesia yang bermimpi dapat menebar manfaat lewat tulisan]- [Tetap sehat dan jangan gila]•• [Berbagilah untuk hidup, hiduplah untuk berbagi]••